Bercerita tentang "nikmat" dari kacamata seorang pedagang, hal baru
yang saya dengar dari seorang kawan. Menjalani profesi berdagang ada
beberapa kondisi yang akan di hadapi, untung, rugi dan seimbang. Untung
yaitu ketika uang yang di dapatkan lebih besar dari modal, rugi yaitu
ketika yang di dapat kurang daripada modal, seimbang yaitu ketika uang
yang di dapat sama dengan modal atau kembali modal.
Bagi seorang pedagang sejati, menghadapi ketiga kondisi di atas
adalah hal yang biasa. Namanya berdagang, pasti ada waktunya untung,
pasti ada waktunya rugi. Pedagang sejati tidak akan marah atau merasa
kesal saat berada dalam kondisi merugi, karena mereka tahu bahwa rugi
itu pasti akan di alami oleh semua pedagang. Kerugian akan di sikapi
pedagang untuk koreksi diri apakah dirinya telah baik dalam berdagang,
apakah barang dagangannya telah cenderung memenuhi selera pasar, apakah
barang dagangannya berkualitas baik, apakah pedagang sudah cukup baik
berinteraksi dengan pedagang dan hal-hal lainnya. Kondisi tersebut
secara kasat mata merugi tetapi sebenarnya tidak.
Keuntungan lainnya sebenarnya telah di dapat, meskipun bukan
berbentuk materi. Keuntungan pada kearifan berfikir untuk memberikan
sinyal positif bagi otak, bahwa saat rugi adalah saat pembelajaran di
mana nantinya pedagang bisa jauh berubah menjadi lebih baik lagi.
Jumlah kerugian bila di bandingkan dengan keuntungan, maka akan jauh
berbeda. Kerugian hanyalah setitik dari banyaknya keuntungan yang di
dapat oleh seorang pedagang. Jika saat ini pedagang mengalami kerugian,
ia yakin bahwa keuntungan yang di dapat kedepannya akan lebih banyak.
Meskipun kita bukan pedagang, kita bisa belajar dari filosofi
berdagang. Bahwa nikmat yang Allah limpahkan kepada hambaNya,
senantiasa mengalir deras. Adakalanya nikmat itu terasa tersendat
alirannya. Secara fisik memang seperti itu, tapi hakikatnya Allah
sedang memberikan kenikmatan kita untuk lebih meresapi makna bersabar
dan bersyukur. Jadi, tersendatnya nikmat Allah sejatinya bukan
merupakan tanda bahwa Allah tidak sayang kepada hambaNya tapi sebagai
ajang untuk pembelajaran diri menjadi pribadi muslim yang jauh lebih
baik.
Kita akan merasa yakin, bahwa sebenarnya kenikmatan yang Allah
berikan terus mengalir. Bukan hanya kenikmatan yang berbentuk materi,
lebih dari itu ketenangan hati, merasa cukup dengan apa yang ada,
perlindungan Allah dari segala gangguan buruk dan lainnya adalah nikmat
yang jauh lebih besar jika di bandingkan dengan materi. Seorang muslim
sejati akan terus berfikir bahwa ujian itu tak lebih dari setetes air
hujan dan nikmatNya adalah hujan deras yang terus mengalir. Tak akan
mampu kita menghitung aliran nikmat Allah.
Maka nikmat Allah manakah yang kita dustakan ??
Allahua'lam